Rabu, 28 April 2010

TUBEKTOMI

PENDAHULUAN
Metode kontrasepsi merupakan usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi akibat kehamilan. setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga terkadang pemilihannya menjadi masalah bagi wanita. kontrasepsi tubektomi merupakan kontrasepsi jangka panjang (permanen)dan relatif tidak menimbulkan efek samping, tetapi yang menjadi masalah adalah operasi pengembalian fekunditas bagi pasangan yang ingin mengubah rencana untuk menambah anak lagi belum dapat dijamin dan biaya yang diperlukan sangat mahal. kontrasepsi tubektomi dianjurkan bagi mereka yang sudah mempunyai anak minimal 2 orang dan usia ibu di atas 35 tahun. hal ini disebabkan karena kehamilan usia di atas 35 tahun berisiko tinggi dan sangat rentan terhadap penyakit.
Dahulu tubektomi dilakukan dengan jalan laparotomi atau pembedahan vaginal. Sekarang, dengan alas-alas dan teknik baru, tindakan ini diselenggara¬kan secara lebih ringan dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
Dalam tahun-tahun terakhir ini tubektomi telah merupakan bagian yang penting dalam program keluarga berencana di banyak negara di duma. Di Indonesia sejak tahun 1974 telah berdiri perkumpulan yang sekarang bernama Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), yang membina perkem¬bangan metode dengan operasi (M.0) atau kontrasepsi mantap secara sukarela, tetapi secara resmi tubektomi tidak termasuk ke dalam program nasional keluarga berencana di Indonesia.
Keuntungan tubektomi ialah :
1) motivasi hanya dilakukan satu kali saja, sehingga tidak diperlukan motivasi yang berulang-ulang
2) efektivitas hampir 100%
3) tidak mempengaruhi libido seksualis
4) kegagalan dari pihak pasien (patient's failure) tidak ada.
Sehubungan dengan waktu melakukan metode dengan operasi, dapat dibedakan antara m.o. postpartum dan m.o. dalam interval. Tubektomi post¬partum dilakukan satu hari setelah partus.
Tindakan yang dilakukan sebagai tindakan pendahuluan untuk mencapai tuba Falloppii terdiri atas pembedahan transabdominal seperti laparotomi, mini laparotomi, laparoskopi dan pembedahan transvaginal, seperti kolpotomi posterior, kuldoskopi, serta pembedahan transservikal (trans-uterin), seperti penutupan lumen tuba histeroskopik.
Untuk menutup lumen dalam tuba, dapat dilakukan pemotongan tuba dengan berbagai macam tindakan operatif, seperti cara Pomeroy, cara Irving, cara Uchida, cara Kroener, cara Aldridge. Pada cara Madlener tuba tidak dipotong. Di samping cara-cara tersebut di atas, penutupan tuba dapat pula dilakukan dengan jalan kauterisasi tuba, penutupan tuba dengan clips, Falope ring, Yoon ring, dan lain-lain.
TUBEKTOMI
Konsep Dasar Tubektomi
1. Pengertian
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan secara permanen (Saifuddin, 2003).
Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan orang tidak akan mendapat keturunan lagi (Prawirohadjo, 2002).
2. Macam-Macam Teknik Tubektomi
a) Saat operasi
• Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan atau masa interval. Sesudah suatu keguguran tubektomi sudah dapat langsung dilakukan
• Dianjurkan agar tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat-lambatnya 48 jam setelah bersalin. Tubektomi pasca persalinan lewat 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba, infeksi, dan kegagalan. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke-7 – 10 pasca persalinan.
3. Cara Mencapai Tuba
1. Laparatomi
Cara ini mencapai tuba melalui laparatomi biasa, terutama pada pasca persalinan.
2. Laparatomi mini
Laparatomi mini khusus untuk tubektomi paling mudah dilakukan 1 – 2 hari pasca persalinan. Uterus yang masih besar, tuba masih panjang dan dinding perut yang masih longgar memudahkan mencapai tuba dengan sayatan kecil sepanjang 1 – 2 cm di bawah pusat.
Bila tubektomi dilakukan 3 – 5 hari post partum, maka dapat dilakukan insisi median karena uterus dan tuba lebih terinvolusi. Dilakukan insisi mediana setinggi 2 jari di bawah uteri sepanjang 1 – 2 cm.
3. Kolporomi posterior
Pasien diletakkan dalam sikap litotomi, dinding belakang vagina dijepit pada jarak 1 dan 3 cm dari servik dengan 2 buah cunam. Lipatan dinding vagina diantara kedua jepitan itu digunting sekaligus sampai menembus. Sedangkan anastesi yang dipakai lebih umum, atau spinal.
4. Laparaskopi
Pasien diletakkan dalam sikap litotomi, kanula rubin dipasang pada kanalis servikalis dan bibir depan serviks dijepit dengan tenakulum bersama-sama yaitu untuk mengemudikan uterus selagi operasi dilakukan. Kulit kiri kanan pusat dijepit dengan Allis dan dengan pisau runcing di tusuk di tengah dan diperbesar sampai 1,5 cm.
4. Cara Penutupan Tuba
Dengan cara:
• pomeroy,
• irving,
• pemasangan cincin falope klip filshie dan
• elektro-koagulasi disertai pemutusan tuba (Prawirohardjo, 2003).

 Cara Pomeroy







 Cara Irving


 Cara pemasangan falope klip filshie



 Cara Elektro-koagulasi disertai pemutusan tuba

5. Indikasi dan Kontraindikasi
• Indikasi
Indikasi sterilisasi (tubektomi) dapat dibagi lima macam, yaitu :
1) Indikasi medis
Adalah penyakit yang berat dan kronik seperti penyakit jantung (termasuk derajat 3 dan 4) ginjal, paru dan penyakit kronik lainnya. Penyakit jantung, gangguan pernafasan, diabetes mellitus tidak terkontrol, hipertensi, maligna, anemia gravis, tumor ginekologik, infeksi panggul 3 bulan terakhir, riwayat penyakit operasi yang sulit observasi (Santoso, 2006).
2) Indikasi obsetri
Adalah keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya meningkat. Meskipun secara medis tidak menunjukkan apa-apa seperti multiparitas (banyak anak) dengan usia relatif lanjut (grandemultigravida) yakni paritas umur 35 tahun atau lebih, seksio sesarea dua kali atau lebih.
3) Indikasi genetik
Adalah penyakit herediter yang membahayakan keselamatan dan kesehatan anak seperti : Huntington`s chorea, Tayschs disease dan lain-lain.
4) Indikasi kontrasepsi
Adalah indikasi yang murni ingin menghentikan (mengakhiri) kesuburan artinya pasangan tersebut tidak menginginkan kelahiran anak lagi.
5) Indikasi ekonomi
Adalah pasangan suami istri menginginkan sterilisasi karena merasa beban ekonomi keluarga menjadi terlalu berat dengan bertambahnya anak dalam keluarga (Sudarmo, 2001)

6. Kontraindikasi
1. Hamil (sudah dideteksi atau dicurigai)
2. Perdarahan pervaginam yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi)
3. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol).
4. Tidak boleh menjalani proses pembedahan
5. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilisasi di masa depan
6. Belum memberi persetujuan tertulis (Saifuddin, 2003).

7. Syarat-Syarat Kontrasepsi Mantap (Tubektomi)
• Harus sudah memiliki paritas > 2 anak terkecil berumur 2 tahun
• Umur ibu
Menganjurkan rumus 100 artinya umur ibu dikalikan dijumlah anak setidak-tidaknya mendekati angka 100/lebih, contoh : ibu yang berumur 30 tahun bila 12 berumur 25 dijumlah anak minimal adalah 4 (Santoso, 2006) dan menurut Prawirohardjo (2003), usia ibu > 26 tahun.
• Perkawinan stabil (Keluarga harmonis)
• Karena perceraian setelah kontap dapat membuat penyesalan yang sangat sulit diatasi.
• Konseling
Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan keluarga berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan.
Klien diberi kesempatan untuk menilai keuntungan, kerugian, akibat, prosedur dan alternatif lain dan tidak harus menentukan pilihannya ada saat itu juga (Sudarmo, 2001).
Sangat penting karena penyesalan setelah kontap kebanyakan terjadi karena konseling yang kurang adekuat. Konseling harus dilakukan pada saat calon klien (pasangan) berada pada kondisi psikologis yang prima (Sudarmo, 2001).
• Informed consent
Adalah pernyataan klien bahwa 12 menerima atau menyetujui sebuah tindakan medis (dalam hal ini Tubektomi) secara sukarela dan menyadari sepenuhnya semua risiko dan akibatnya (Sudarmo, 2001).
8. Keuntungan Tubektomi Secara Umum
• Sangat efektif (0,2 – 4 kehamilan / 100 wanita selama tahun pertama penggunaan).
• Permanen
• Tidak mempengaruhi proses menyusui (Breastfeeding)
• Tidak bergantung pada faktor senggama
• Baik bagi klien apabila kehamilan jadi risiko yang serius bagi kesehatan.
• Pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anastesi lokal
• Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
• Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium) (saifuddin, 2003).
2.2.1 Kerugian Tubektomi
• Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini (tidak dapat diputuskan kembali) kecuali dengan operasi rekanalisasi.
• Klien dapat menyesal dikemudian hari
• Risiko komplikasi kecil (meningkat bila digunakan anestesi umum)
• Rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
• Dilakukan oleh dokter yang terlatih
• Tidak melindungi diri dari Infeksi Menular Seksual (IMS)
9. Tahap Pelayanan Tubektomi
Tahap pelayanan tubektomi dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
• Tahap pra operasi
Pasien sebelum tindakan puasa selama 12 jam, dan rambut pubis dicukur. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan pra operasi untuk melihat terpengaruhinya syarat kesehatan bagi calon peserta kontap obat yang digunakan sesudah tindakan pembedahan ada baiknya diterangkan bahwa kadang-kadang sesudah tindakan pembedahan akan timbul keterlambatan haid namun tidak lebih dari 2 minggu atau timbul perdarahan dari vagina selama 2– 3 hari sesudah operasi.
• Tahap Operasi
1. Premediksi dan anestesi minilaparatomi
 Evaluasi lagi keadaan pasien secara umum
 ¾ jam sebelum pembedahan berikan premedikasi 0,5 mg serta atropin dan 50– 100 mg pethidin intravena.
 Ketika operasi akan dimulai berikan anestesi lokal (udocatu, novacatu, procatu) ½ - 1% minimal 20 ml pada lapangan pembedahan lapis demi lapis. Pembedahan untuk kutis dan sub kutis 2 ml, untuk fasia 10 ml dan untuk perineum 5 ml.
 Biarkan 2 – 3 menit. Kemudian lakukan insisi sebelum memotong tuba dapat disuntikkan anastesi lokal diatas sebanyak 5 ml untuk kedua tuba.
 Bila selama operasi pasien tetap gelisah sehingga dapat mengganggu jalannya operasi, dapat diberikan kafanum, dengan dosis 0,5 mg/kg Berat Badan.
2. Tindakan Aseptik dan Antiseptik
Untuk mencegah infeksi harus dilaksanakan tindakan aseptik dan antiseptik dalam semua hal yang ada hubungannya dengan pembedahan yaitu terhadap pasien terhadap petugas dan peralatan yang digunakan:
1) Pasien
Untuk tubektomi dilakukan pembersihan dinding perut dengan larutan yodium 2%. Kemudian dalam selang waktu sekitar 1 menit bersihkan dengan alkohol 70% atau betadine atau saflon (1 : 100) kemudian tutup dengan kain penutup steril.
2) Petugas
Semua petugas kamar operasi harus memakai baju operasi yang bersih, penutup kepala, penutup mulut, dan penutup hidung, sarung tangan, yang dipakai selama operasi dan tidak boleh bocor dan harus steril tentunya sebelum itu cuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 10 menit dengan bahan antiseptik selama 2 menit.
3) Alat
Pemakaian dan alat-alat kecuali laparaskopi disterilkan di autoclav, bila tidak mungkin direbus dalam air mendidih selama 30 menit.
3. Teknik minilaparatomi pasca persalinan
 Pada hari pembedahan, bila pasien belum buang air besar di berikan laksan untuk merangsang defekasi, kemudian cukur rambut kemaluan seperlunya.
 Pakaian diganti dengan gaun rumah sakit dan diberi penutup kepala, perhiasan dan gigi palsu dilepas dan pasien dibaringkan di meja operasi.
 Periksa keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, lakukan lagi pemeriksaan untuk meyakinkan tidak ada kontraindikasi.
 Lakukan premedikasi sebelum pembedahan yaitu dengan pemberian sulfat atropin 0,5 0,5 mg IV dan phetidin 1 – 2 mg/kg Berat Badan IV.
 Lapangan pembedahan sekitar pusat didesinfektan dengan larutan yodium dalam alkohol 1 : 20. bethadine atau antiseptik lainnya, tutup lapangan pembedahan dengan kain steril berlubang lokal di sayatan secara infiltrasi lapis demi lapis dari kulit sampai peritoneum.
 Dengan posisi operator di sebelah kiri pasien dan asisten sebelah kanannya, buatlah insisi kecil sepanjang 2 cm setinggi fundus uteri.
 Sebelum dilakukan sayatan, lipatan kulit di bawah atas pusat di klem dengan 2 duk klem sehingga menjadi lurus. Dilipatan kulit ini disayat melintang sampai hampir peritoneum dan dengan sebuah gunting bengkok, dan lubang harus cukup besar untuk dimasukkan sebuah jari telunjuk dari sebuah tampon tang.
 Jika fundus di bawah pusat maka lakukan sayatan median setinggi 2 jari di bawah fundus rahim sepanjang 2 cm. Setelah kulit, lemak di sayat sampai fasia disayat, kemudian musculus rectus abdominalis dikeluarkan dengan jari telunjuk atau dengan afteri klem, sehingga tampak peritoneum berlandaskan rahim.
10. Tahap pasca operasi miniparatomi, pelaksanaannya adalah :
1. Setelah tahap pembedahan, klien dirawat di ruang pulih selama kurang lebih 4 – 6 jam.
2. Bila dilakukan anastesi lokal, pemindahan klien dari meja operasi ke kereta dorong ke tempat tidur pulih dilakukan oleh 2 orang perawat dengan mendekatkan kereta dorong ke meja operasi atau ke tempat tidur, bila pasien memperoleh anestesi umum, maka pemindahan pasien dilakukan 3 – 4 orang perawat.
3. Selama di ruang pulih pasien diamati dan dimulai.
1) Tanda-Tanda Vital (TTV) ¼ jam pertama, tiap ½ jam kedua dan selanjutnya tiap jam hingga klien pulang.
2) Rasa nyeri yang timbul mungkin memerlukan tambahan analgesik
3) Perdarahan dari luka kemaluannya
4) Suhu tubuh
4. Dua jam setelah minilaparatomi dengan anestesi lokal pasien diinginkan pulang, minum dan makan lunak.
5. Jika kondisi pasien telah stabil dan tidak memperoleh anastesi umum maka pasien tubektomi minilaparatomi pada masa interval atau pasca keguguran dapat dipulangkan  4 – 6 jam pasca bedah.
6. Nasihat yang diberikan adalah :
1) Perawatan luka, diusahakan agar luka tetap kering sebelum sembuh, karena dapat timbul infeksi (maksimal 7 hari)
2) Jaga kebersihan diri terutama daerah sekitar luka operasi
3) Segera lapor bila terjadi perdarahan, demam 380C, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak nafas.
4) Memakai obat yang diberikan yaitu antibiotik profilaktik dan analgesik.
5) Boleh makan biasa esok harinya, tidak ada pantangan.
6) Setelah hari ke-3 ganti pembalut dengan kasa bersih dan bubuhi luka operasi dengan salep atau larutan antiseptik
7) Jangan mengorek luka dari jari atau logam (bila gatal ataupun ingin membersihkan kerak darah atau serum kering)
8) Jangan melepaskan atau mencabut benang jahitan.
9) Kontrol ulang.

Asuhan keperawatan pasien dengan operasi tubektomi
1. Laporan pendahuluan
1) Etiologi
Operasi tubektomi dilakukan disebabkan karena:
6) Alasan medis
Adalah penyakit yang berat dan kronik seperti penyakit jantung (termasuk derajat 3 dan 4) ginjal, paru dan penyakit kronik lainnya. Penyakit jantung, gangguan pernafasan, diabetes mellitus tidak terkontrol, hipertensi, maligna, anemia gravis, tumor ginekologik, infeksi panggul 3 bulan terakhir, riwayat penyakit operasi yang sulit observasi (Santoso, 2006).
7) obsetri
Adalah keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya meningkat. Meskipun secara medis tidak menunjukkan apa-apa seperti multiparitas (banyak anak) dengan usia relatif lanjut (grandemultigravida) yakni paritas umur 35 tahun atau lebih, seksio sesarea dua kali atau lebih.
8) genetik
Adalah penyakit herediter yang membahayakan keselamatan dan kesehatan anak seperti : Huntington`s chorea, Tayschs disease dan lain-lain.
9) kontrasepsi
Adalah indikasi yang murni ingin menghentikan (mengakhiri) kesuburan artinya pasangan tersebut tidak menginginkan kelahiran anak lagi.
10) Indikasi ekonomi
Adalah pasangan suami istri menginginkan sterilisasi karena merasa beban ekonomi keluarga menjadi terlalu berat dengan bertambahnya anak dalam keluarga (Sudarmo, 2001)

2) Manifestasi klinis
• Nyeri tekan lokal pada bagian post operasi
• Pucat

3) Penatalaksanaan
Pada pasien dengan post operasi tubektomi, pengobatan yang paling baik adalah operasi. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makananyang tidak merangsang persitaltik.
Tahap pelayanan tubektomi dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
• Tahap pra operasi
Pasien sebelum tindakan puasa selama 12 jam, dan rambut pubis dicukur. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan pra operasi untuk melihat terpengaruhinya syarat kesehatan bagi calon peserta kontap obat yang digunakan sesudah tindakan pembedahan ada baiknya diterangkan bahwa kadang-kadang sesudah tindakan pembedahan akan timbul keterlambatan haid namun tidak lebih dari 2 minggu atau timbul perdarahan dari vagina selama 2– 3 hari sesudah operasi.
• Tahap Operasi
4. Premediksi dan anestesi minilaparatomi
 Evaluasi lagi keadaan pasien secara umum
 ¾ jam sebelum pembedahan berikan premedikasi 0,5 mg serta atropin dan 50– 100 mg pethidin intravena.
 Ketika operasi akan dimulai berikan anestesi lokal (udocatu, novacatu, procatu) ½ - 1% minimal 20 ml pada lapangan pembedahan lapis demi lapis. Pembedahan untuk kutis dan sub kutis 2 ml, untuk fasia 10 ml dan untuk perineum 5 ml.
 Biarkan 2 – 3 menit. Kemudian lakukan insisi sebelum memotong tuba dapat disuntikkan anastesi lokal diatas sebanyak 5 ml untuk kedua tuba.
 Bila selama operasi pasien tetap gelisah sehingga dapat mengganggu jalannya operasi, dapat diberikan kafanum, dengan dosis 0,5 mg/kg Berat Badan.
5. Tindakan Aseptik dan Antiseptik
Untuk mencegah infeksi harus dilaksanakan tindakan aseptik dan antiseptik dalam semua hal yang ada hubungannya dengan pembedahan yaitu terhadap pasien terhadap petugas dan peralatan yang digunakan:
4) Pasien
Untuk tubektomi dilakukan pembersihan dinding perut dengan larutan yodium 2%. Kemudian dalam selang waktu sekitar 1 menit bersihkan dengan alkohol 70% atau betadine atau saflon (1 : 100) kemudian tutup dengan kain penutup steril.
5) Petugas
Semua petugas kamar operasi harus memakai baju operasi yang bersih, penutup kepala, penutup mulut, dan penutup hidung, sarung tangan, yang dipakai selama operasi dan tidak boleh bocor dan harus steril tentunya sebelum itu cuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 10 menit dengan bahan antiseptik selama 2 menit.
6) Alat
Pemakaian dan alat-alat kecuali laparaskopi disterilkan di autoclav, bila tidak mungkin direbus dalam air mendidih selama 30 menit.
6. Teknik minilaparatomi pasca persalinan
 Pada hari pembedahan, bila pasien belum buang air besar di berikan laksan untuk merangsang defekasi, kemudian cukur rambut kemaluan seperlunya.
 Pakaian diganti dengan gaun rumah sakit dan diberi penutup kepala, perhiasan dan gigi palsu dilepas dan pasien dibaringkan di meja operasi.
 Periksa keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, lakukan lagi pemeriksaan untuk meyakinkan tidak ada kontraindikasi.
 Lakukan premedikasi sebelum pembedahan yaitu dengan pemberian sulfat atropin 0,5 0,5 mg IV dan phetidin 1 – 2 mg/kg Berat Badan IV.
 Lapangan pembedahan sekitar pusat didesinfektan dengan larutan yodium dalam alkohol 1 : 20. bethadine atau antiseptik lainnya, tutup lapangan pembedahan dengan kain steril berlubang lokal di sayatan secara infiltrasi lapis demi lapis dari kulit sampai peritoneum.
 Dengan posisi operator di sebelah kiri pasien dan asisten sebelah kanannya, buatlah insisi kecil sepanjang 2 cm setinggi fundus uteri.
 Sebelum dilakukan sayatan, lipatan kulit di bawah atas pusat di klem dengan 2 duk klem sehingga menjadi lurus. Dilipatan kulit ini disayat melintang sampai hampir peritoneum dan dengan sebuah gunting bengkok, dan lubang harus cukup besar untuk dimasukkan sebuah jari telunjuk dari sebuah tampon tang.
 Jika fundus di bawah pusat maka lakukan sayatan median setinggi 2 jari di bawah fundus rahim sepanjang 2 cm. Setelah kulit, lemak di sayat sampai fasia disayat, kemudian musculus rectus abdominalis dikeluarkan dengan jari telunjuk atau dengan afteri klem, sehingga tampak peritoneum berlandaskan rahim.
11. Tahap pasca operasi miniparatomi, pelaksanaannya adalah :
7. Setelah tahap pembedahan, klien dirawat di ruang pulih selama kurang lebih 4 – 6 jam.
8. Bila dilakukan anastesi lokal, pemindahan klien dari meja operasi ke kereta dorong ke tempat tidur pulih dilakukan oleh 2 orang perawat dengan mendekatkan kereta dorong ke meja operasi atau ke tempat tidur, bila pasien memperoleh anestesi umum, maka pemindahan pasien dilakukan 3 – 4 orang perawat.
9. Selama di ruang pulih pasien diamati dan dimulai.
5) Tanda-Tanda Vital (TTV) ¼ jam pertama, tiap ½ jam kedua dan selanjutnya tiap jam hingga klien pulang.
6) Rasa nyeri yang timbul mungkin memerlukan tambahan analgesik
7) Perdarahan dari luka kemaluannya
8) Suhu tubuh
10. Dua jam setelah minilaparatomi dengan anestesi lokal pasien diinginkan pulang, minum dan makan lunak.
11. Jika kondisi pasien telah stabil dan tidak memperoleh anastesi umum maka pasien tubektomi minilaparatomi pada masa interval atau pasca keguguran dapat dipulangkan  4 – 6 jam pasca bedah.
12. Nasihat yang diberikan adalah :
10) Perawatan luka, diusahakan agar luka tetap kering sebelum sembuh, karena dapat timbul infeksi (maksimal 7 hari)
11) Jaga kebersihan diri terutama daerah sekitar luka operasi
12) Segera lapor bila terjadi perdarahan, demam 380C, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak nafas.
13) Memakai obat yang diberikan yaitu antibiotik profilaktik dan analgesik.
14) Boleh makan biasa esok harinya, tidak ada pantangan.
15) Setelah hari ke-3 ganti pembalut dengan kasa bersih dan bubuhi luka operasi dengan salep atau larutan antiseptik
16) Jangan mengorek luka dari jari atau logam (bila gatal ataupun ingin membersihkan kerak darah atau serum kering)
17) Jangan melepaskan atau mencabut benang jahitan.
18) Kontrol ulang.



2. Proses keperawatan
1) Pengkajian
A. Identitas Pasien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
B. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan saat ini :
keluhan nyeri pada luka post operasi tubektomi,peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
b. Riwayat Kesehatan masa lalu
2) Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
b. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
c. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
d. Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
e. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
b. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
4) Diagnosa keperawatan
• Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen bawah post operasi tubektomi
• Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.
• Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi
5) Intervensi keperawatan
• Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen kuadran kanan bawah post operasi appenditomi
 Tujuan
Nyeri berkurang / hilang
 Kriteria hasil
Tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat.
 Intervensi
 Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
 Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler.
 Berikan aktivitas hiburan.
 Kolborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.
 Rasional
 Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.
 meningkatkan relaksasi.
 Menghilangkan nyeri.
• Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.
 Tujuan
Toleransi aktivitas
 Kriteria hasil
 Klien dapat bergerak tanpa pembatasan
 Tidak berhati-hati dalam bergerak.

 Intervensi
 catat respon emosi terhadap mobilitas.
 Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.
 Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.
 Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.
 Rasional
 Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.
 Memperbaiki mekanika tubuh.
 Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan.
• Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi
 Tujuan
Infeksi tidak terjadi
 Kriteria hasil
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan
 Intervensi
 Ukur tanda-tanda vital
 Observasi tanda-tanda infeksi
 Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik
 Observasi luka insisi
 Rasional
 Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi
 Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah
 Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
 Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar