Diare
A. Pengertian
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah tinja yang lebih banyak dari biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengah padat, dapat disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya, yaitu diare akut dan kronis (Mansjoer, A.1999, 501).
B. Penyebab
Menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor yaitu:
1. Faktor infeksi
o Infeksi enteral
Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).
o Infeksi parenteral
adalah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor malabsorbsi
Malabsorbsi karbohidrat, lemak dan protein.
3. Faktor makanan
Makanan basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran dimasak kurang matang.
4. Faktor psikologis
Rasa takut, cemas
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
o Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
o Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea), disebabkan oleh:
o Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
o Kurang kalori protein.
o Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
C. Patofisiologi
Penyebab diare yang utama adalah gangguan osmotik, akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh usus akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
Diare juga terjadi akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan kemudian diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Diare dapat juga terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Gangguan motalitas usus juga mengakibatkan diare, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula.
D. Tanda dan Gejala
1. Anak sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
2. Anak cengeng, gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Daerah sekitar anus kemerahan dan lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
5. Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas hingga menyebabkan kesadaran menurun.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan tinja
o Makroskopis dan mikroskopis
o PH dan kadar gula dalam tinja
o Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.
F. Penatalaksanaan
1. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
o Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO3 dan glukosa. Untuk diare akut dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60 mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan sukrosa.
o Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian sebagai berikut:
Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran 1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran 1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3 tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml = 15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa 10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
2. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg, jenis makanan:
o Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh.
o Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim).
o Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak jenuh.
3. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.
http://www.komisiGRATIS.com
http://KlubPulsa.com
http://www.mlmku.com
http://www.galesus.com
http://5fcc.com/?ref=11130
http://www.reviews16.com
http://cbclickbank.com
Download Askep Diare di sini
Asuhan Keperawatan Anak dengan Diare
Pengkajian
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja. Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa, porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu. kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan, lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
o Pertumbuhan
Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg (rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun kedua dan seterusnya.
Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah.
Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
o Perkembangan
Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya, tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna interpersonal, bermain).
Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan, berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat berkembang pada diri anak.
Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. Berdiri dengan satu kaki tanpa berpegangan sedikitpun 2 hitungan (GK).
2. Meniru membuat garis lurus (GH).
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK).
4. Melepasa pakaian sendiri (BM).
9. Pemeriksaan Fisik
o Pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar.
o Keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
o Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak umur 1 tahun lebih.
o Mata : cekung, kering, sangat cekung.
o Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit atau kelihatan bisa minum.
o Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan).
o Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun pada diare sedang .
o Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
o Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24 jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
o Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan kemudian menerima.
Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau output berlebihan dan intake yang kurang.
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder terhadap diare.
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive.
Intervensi
Diagnosa 1.:
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
• Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,50 c, RR : <>
• Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak cekung.
• Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari.
Intervensi :
• Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
• Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
• Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan kehilangan cairan 1 lt
• Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
• Kolaborasi :
o Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca, BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal ginjal (kompensasi).
o Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
o Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.
Diagnosa 2.:
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil :
• Nafsu makan meningkat
• BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
• Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi, berlemak dan air terlalu panas atau dingin).
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi lambung dan sluran usus.
• Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah, sajikan makanan dalam keadaan hangat.
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
• Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan.
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
• Monitor intake dan out put dalam 24 jam.
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
• Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
o terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu.
o obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan
Diagnosa 3. :
Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak sekunder dari diare
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil :
• Suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
• Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
• Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
• Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
• Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak
Diagnosa 4.:
Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan frekwensi BAB (diare)
Tujuan :
Setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit tidak terganggu.
Kriteria hasil :
• Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
• Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan perianal dengan baik dan benar
Intervensi
• Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
• Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban dan keasaman feces
• Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak terjadi iskemi dan iritasi .
Diagnosa 5.:
Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu beradaptasi
Kriteria hasil :
• Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
• Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
• Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
• Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
• Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman pada klien.
• Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak
Rabu, 28 April 2010
CONGENITAL DISLOCATION OF HIP
CONGENITAL DISLOCATOIN OF HIP
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Congenital dislocatoin of hip atau biasa disebut pergeseran sendi atau tulang semenjak lahir. Suatu bentuk kelainan pada persendian yang ditemukan pada bayi baru lahir.Congenital dislocatoin of hip terjadi dengan kejadian 1,5 per 1.000 kelahiran dan lebih umum terjadi pada anak perempuan dibanding anak laki-laki.penyebab hal ini belum diketahui tapi diduga melibatkan faktor genetik.
Kelainan ini sering dijumpai pada:
• Anak pertama
• Bayi perempuan
• Riwayat dislokasi pada keluarga.
• Bayi dalam letak bokong
kriteria untuk mengetahui diagnosis congenital dislocation dapat dilakukan dengan secara fisik dan radiografi.tanda-tanda klinis tertentu telah diidentifikasi yang membantu dalam mengevaluasi bayi yang baru lahir.diantaranya:
• pinggul tertekuk, karena shortening dan kontraksi adductors hip
• peningkatan kedalaman atau asimetri dari inguinalis atau lipatan paha;
• pemendekan satu kaki;
• posisi bawah lutut sisi terpengaruh ketika lutut dan pinggul yang tertekuk, karena lokasi femoralis posterior kepala untuk acetabulum dalam posisi ini;
• Barlow's test ("bunyi yang keluar" atau dislokasi sign);
• telescoping atau tindakan pistoning paha, karena kurangnya penahanan kepala femoralis dengan acetabulum;
• Trendelenburg - drop pinggul normal ketika anak berdiri pada kedua kaki, mengangkat tungkai dan dikenakan berat pada sisi yang terkena..
2. Gejala
• Pergerakan yang terbatas di daerah yang terkena
• Posisi tungkai yang asimetris
• Lipatan lemak yang asimetris
• Setelah bayi berumur 3 bulan : rotasi tungkai asimetris dan tungkai pada sisi yang terkena tampak memendek.
• ilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu.
• Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi panggul kedudukan endorotasi, fleksi dan aduksi.
• Nyeri
3. Penyebab
Kebanyakan bayi yang lahir dengan Congenital dislocatoin of hip memiliki orang tua yang jelas-jelas tidak memiliki gangguan kesehatan maupun faktor resiko. Seorang wanita hamil yang telah mengikuti semua nasihat dokternya agar kelak melahirkan bayi yang sehat, mungkin saja nanti melahirkan bayi yang memilii kelainan bawaan.
60% kasus kelainan bawaan penyebabnya tidak diketahui; sisanya disebabkan oleh faktor lingkungan atau genetik atau kombinasi dari keduanya.
• Teratogenik
Teratogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan.
Radiasi, obat tertentu dan racun merupakan teratogen.
• Gizi
Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari teratogen, tetapi juga dengan mengkonsumsi gizi yang baik.
Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau kelainan tabung saraf lainnya. Karena spina bifida bisa terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita usia subur sebaiknya mengkonsumsi asam folat minimal sebanyak 400 mikrogram/hari.
• Faktor fisik pada rahim
Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan pelindung terhadap cedera.
Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan bawaan.
Cairan ketuban yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paru-paru dan anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya kelainan ginjal yang memperlambat proses pembentukan air kemih.
Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami gangguan menelan, yang bisa disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia esofagus).
• Faktor genetik dan kromosom
Genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan bawaan. Beberapa kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan melalui gen yang abnormal dari salah satu atau kedua orang tua.
Gen adalah pembawa sifat individu yang terdapat di dalam kromosom setiap sel di dalam tubuh manusia. Jika 1 gen hilang atau cacat, bisa terjadi kelainan bawaan.
4. Informasi yang diperoleh dari ortopedi Radiologi oleh Adam Greenspan tentang Congenital dislocatoin of hip tentang pergeseran pada panggul adalah:
a) Y-line adalah garis yang ditarik melalui bagian superior dari tulang rawan triradiate. Pada bayi normal, jarak yang diwakili oleh baris (ab) tegak lurus garis-Y pada titik paling proksimal leher femoralis harus sama di kedua sisi panggul, sebagaimana seharusnya jarak diwakili oleh garis (bc) ditarik bertepatan dengan garis-Y medial ke lantai acetabular. Pada bayi usia enam sampai tujuh bulan, nilai rata-rata untuk jarak (ab) menjadi 19,3 mm + / - 1,5 mm; untuk jarak (bc), 18,2 mm + / - 1,4 mm. Indeks acetabular adalah sudut yang dibentuk oleh garis singgung ditarik ke atap acetabular dari titik (c) di lantai acetabular pada garis-Y. Nilai normal dari sudut ini berkisar antara 25 derajat hingga 29 derajat. Garis Shenton-Menard adalah busur berjalan melalui aspek medial leher femoralis di perbatasan unggul foramen obturatorius.. Harus halus dan tak terputus.
b) Garis Perkins-Ombredanne ditarik tegak lurus dengan garis-Y, melalui tepi paling lateral acetabular tulang rawan kaku, yang benar-benar sesuai dengan spina iliaka anteroinferior pada bayi baru lahir normal dan bayi, aspek medial femur atau leher kaku modal femoral epiphysis jatuh di dalam kuadran yang lebih rendah. Munculnya salah satu dari struktur di kuadran luar atau lebih rendah menunjukkan subluksasi atau dislokasi pinggul.
c) The Rosen von Andren-line,, yang diperoleh dengan setidaknya 45 derajat dari pinggul dan rotasi internal, digambarkan sepanjang sumbu longitudinal batang femoralis. Dalam pinggul normal, memotong panggul di tepi atas acetabulum tersebut.
d) Dalam subluksasi atau dislokasi pinggul, baris membagi-dua atau jatuh di atas tulang belakang anteorsuperior iliaka.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Etiologi
Dislokasi terjadi saat ligarnen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normnal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).
congenital dislocation of hip biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang sedemikian rupa karena cacat bawaan.
2. Patofisiologi
Congenital dislocatoin of hip atau biasa disebut pergeseran sendi atau tulang semenjak lahir. Suatu bentuk kelainan pada persendian yang ditemukan pada bayi baru lahir disebabkan karena adanya kelainan dari ibu.
3. Manifestasi klinis
• Pergerakan yang terbatas di daerah yang terkena
• Posisi tungkai yang asimetris
• Lipatan lemak yang asimetris
• Setelah bayi berumur 3 bulan : rotasi tungkai asimetris dan tungkai pada sisi yang terkena tampak memendek.
• ilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu.
• Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi panggul kedudukan endorotasi, fleksi dan aduksi.
• Nyeri
4. Penatalaksanaan
1) Pada awal masa bayi, agar kaput femoralis tetap berada dalam kantungnya, bisa dipasang alat untuk memisahkan tungkai dan melipatnya ke arah luar (seperti kodok).
2) Jika posisi diatas sulit dipertahankan, bisa digunakan gips yang secara periodik diganti sehingga pertumbuhan tulang tidak terhambat.
3) Jika tindakan tersebut tidak berhasil atau jika dislokasi diketahui setelah anak cukup besar, maka dilakukan tindakan pembedahan.
5. Pemeriksaan diagnosik
Pemeriksaan yang paling penting adalah pemeriksaan USG,pada bayi yang agak besar atau anak-anak dapat dilakukan rontgen.
1) Rontgen
Menunjukkan lokasi / luasnya fraktur / trauma
2) Scan tulang, tonogram, CT scan / MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
6. Diagnosa keperawatan
• Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi
• Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi
• Gangguan bodi image berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh
7. Rencana asuhan keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi
dan implementasi
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi Nyeri dapat berkurang atau hilang Nyeri berkurang
Klien tampak tenang • Kaji tingkat nyeri
• Beri posisi rileks
• Ajarkan tekhnik relaksasi
• Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
• Kolaborasi pemberian analgetik
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi Klien dapat bergerak bebas Klien dapat bergerak bebas • Kaji tingkat mobilisasi klien
• Beri latihan ROM
• anjurkan alat bantu jika dibutuhkan
ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakitnya Klien tidak cemas Cemas berkurang • bantu klien mengungkapkan rasa cemasnya
• kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
• beri informasi pasien tentang penyakitnya
Gangguan body image berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh Masalah klien teratasi Klien dapat menungkapkan masalahnya • kaji konsep diri
• bantu klien mengungkapkan masalahnya
• bantu klien mengatasi masalahnya
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Congenital dislocatoin of hip atau biasa disebut pergeseran sendi atau tulang semenjak lahir. Suatu bentuk kelainan pada persendian yang ditemukan pada bayi baru lahir.Congenital dislocatoin of hip terjadi dengan kejadian 1,5 per 1.000 kelahiran dan lebih umum terjadi pada anak perempuan dibanding anak laki-laki.penyebab hal ini belum diketahui tapi diduga melibatkan faktor genetik.
Kelainan ini sering dijumpai pada:
• Anak pertama
• Bayi perempuan
• Riwayat dislokasi pada keluarga.
• Bayi dalam letak bokong
kriteria untuk mengetahui diagnosis congenital dislocation dapat dilakukan dengan secara fisik dan radiografi.tanda-tanda klinis tertentu telah diidentifikasi yang membantu dalam mengevaluasi bayi yang baru lahir.diantaranya:
• pinggul tertekuk, karena shortening dan kontraksi adductors hip
• peningkatan kedalaman atau asimetri dari inguinalis atau lipatan paha;
• pemendekan satu kaki;
• posisi bawah lutut sisi terpengaruh ketika lutut dan pinggul yang tertekuk, karena lokasi femoralis posterior kepala untuk acetabulum dalam posisi ini;
• Barlow's test ("bunyi yang keluar" atau dislokasi sign);
• telescoping atau tindakan pistoning paha, karena kurangnya penahanan kepala femoralis dengan acetabulum;
• Trendelenburg - drop pinggul normal ketika anak berdiri pada kedua kaki, mengangkat tungkai dan dikenakan berat pada sisi yang terkena..
2. Gejala
• Pergerakan yang terbatas di daerah yang terkena
• Posisi tungkai yang asimetris
• Lipatan lemak yang asimetris
• Setelah bayi berumur 3 bulan : rotasi tungkai asimetris dan tungkai pada sisi yang terkena tampak memendek.
• ilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu.
• Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi panggul kedudukan endorotasi, fleksi dan aduksi.
• Nyeri
3. Penyebab
Kebanyakan bayi yang lahir dengan Congenital dislocatoin of hip memiliki orang tua yang jelas-jelas tidak memiliki gangguan kesehatan maupun faktor resiko. Seorang wanita hamil yang telah mengikuti semua nasihat dokternya agar kelak melahirkan bayi yang sehat, mungkin saja nanti melahirkan bayi yang memilii kelainan bawaan.
60% kasus kelainan bawaan penyebabnya tidak diketahui; sisanya disebabkan oleh faktor lingkungan atau genetik atau kombinasi dari keduanya.
• Teratogenik
Teratogen adalah setiap faktor atau bahan yang bisa menyebabkan atau meningkatkan resiko suatu kelainan bawaan.
Radiasi, obat tertentu dan racun merupakan teratogen.
• Gizi
Menjaga kesehatan janin tidak hanya dilakukan dengan menghindari teratogen, tetapi juga dengan mengkonsumsi gizi yang baik.
Salah satu zat yang penting untuk pertumbuhan janin adalah asam folat. Kekurangan asam folat bisa meningkatkan resiko terjadinya spina bifida atau kelainan tabung saraf lainnya. Karena spina bifida bisa terjadi sebelum seorang wanita menyadari bahwa dia hamil, maka setiap wanita usia subur sebaiknya mengkonsumsi asam folat minimal sebanyak 400 mikrogram/hari.
• Faktor fisik pada rahim
Di dalam rahim, bayi terendam oleh cairan ketuban yang juga merupakan pelindung terhadap cedera.
Jumlah cairan ketuban yang abnormal bisa menyebabkan atau menunjukkan adanya kelainan bawaan.
Cairan ketuban yang terlalu sedikit bisa mempengaruhi pertumbuhan paru-paru dan anggota gerak tubuh atau bisa menunjukkan adanya kelainan ginjal yang memperlambat proses pembentukan air kemih.
Penimbunan cairan ketuban terjadi jika janin mengalami gangguan menelan, yang bisa disebabkan oleh kelainan otak yang berat (misalnya anensefalus atau atresia esofagus).
• Faktor genetik dan kromosom
Genetik memegang peran penting dalam beberapa kelainan bawaan. Beberapa kelainan bawaan merupakan penyakit keturunan yang diwariskan melalui gen yang abnormal dari salah satu atau kedua orang tua.
Gen adalah pembawa sifat individu yang terdapat di dalam kromosom setiap sel di dalam tubuh manusia. Jika 1 gen hilang atau cacat, bisa terjadi kelainan bawaan.
4. Informasi yang diperoleh dari ortopedi Radiologi oleh Adam Greenspan tentang Congenital dislocatoin of hip tentang pergeseran pada panggul adalah:
a) Y-line adalah garis yang ditarik melalui bagian superior dari tulang rawan triradiate. Pada bayi normal, jarak yang diwakili oleh baris (ab) tegak lurus garis-Y pada titik paling proksimal leher femoralis harus sama di kedua sisi panggul, sebagaimana seharusnya jarak diwakili oleh garis (bc) ditarik bertepatan dengan garis-Y medial ke lantai acetabular. Pada bayi usia enam sampai tujuh bulan, nilai rata-rata untuk jarak (ab) menjadi 19,3 mm + / - 1,5 mm; untuk jarak (bc), 18,2 mm + / - 1,4 mm. Indeks acetabular adalah sudut yang dibentuk oleh garis singgung ditarik ke atap acetabular dari titik (c) di lantai acetabular pada garis-Y. Nilai normal dari sudut ini berkisar antara 25 derajat hingga 29 derajat. Garis Shenton-Menard adalah busur berjalan melalui aspek medial leher femoralis di perbatasan unggul foramen obturatorius.. Harus halus dan tak terputus.
b) Garis Perkins-Ombredanne ditarik tegak lurus dengan garis-Y, melalui tepi paling lateral acetabular tulang rawan kaku, yang benar-benar sesuai dengan spina iliaka anteroinferior pada bayi baru lahir normal dan bayi, aspek medial femur atau leher kaku modal femoral epiphysis jatuh di dalam kuadran yang lebih rendah. Munculnya salah satu dari struktur di kuadran luar atau lebih rendah menunjukkan subluksasi atau dislokasi pinggul.
c) The Rosen von Andren-line,, yang diperoleh dengan setidaknya 45 derajat dari pinggul dan rotasi internal, digambarkan sepanjang sumbu longitudinal batang femoralis. Dalam pinggul normal, memotong panggul di tepi atas acetabulum tersebut.
d) Dalam subluksasi atau dislokasi pinggul, baris membagi-dua atau jatuh di atas tulang belakang anteorsuperior iliaka.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Etiologi
Dislokasi terjadi saat ligarnen memberikan jalan sedemikian rupa sehingga tulang berpindah dari posisinya yang normnal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).
congenital dislocation of hip biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang/fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang sedemikian rupa karena cacat bawaan.
2. Patofisiologi
Congenital dislocatoin of hip atau biasa disebut pergeseran sendi atau tulang semenjak lahir. Suatu bentuk kelainan pada persendian yang ditemukan pada bayi baru lahir disebabkan karena adanya kelainan dari ibu.
3. Manifestasi klinis
• Pergerakan yang terbatas di daerah yang terkena
• Posisi tungkai yang asimetris
• Lipatan lemak yang asimetris
• Setelah bayi berumur 3 bulan : rotasi tungkai asimetris dan tungkai pada sisi yang terkena tampak memendek.
• ilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada dislokasi anterior sendi bahu.
• Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu, misalnya dislokasi posterior sendi panggul kedudukan endorotasi, fleksi dan aduksi.
• Nyeri
4. Penatalaksanaan
1) Pada awal masa bayi, agar kaput femoralis tetap berada dalam kantungnya, bisa dipasang alat untuk memisahkan tungkai dan melipatnya ke arah luar (seperti kodok).
2) Jika posisi diatas sulit dipertahankan, bisa digunakan gips yang secara periodik diganti sehingga pertumbuhan tulang tidak terhambat.
3) Jika tindakan tersebut tidak berhasil atau jika dislokasi diketahui setelah anak cukup besar, maka dilakukan tindakan pembedahan.
5. Pemeriksaan diagnosik
Pemeriksaan yang paling penting adalah pemeriksaan USG,pada bayi yang agak besar atau anak-anak dapat dilakukan rontgen.
1) Rontgen
Menunjukkan lokasi / luasnya fraktur / trauma
2) Scan tulang, tonogram, CT scan / MRI
Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan kerusakan jaringan lunak.
6. Diagnosa keperawatan
• Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi
• Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi
• Gangguan bodi image berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh
7. Rencana asuhan keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan Kriteria hasil Intervensi
dan implementasi
Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan dislokasi Nyeri dapat berkurang atau hilang Nyeri berkurang
Klien tampak tenang • Kaji tingkat nyeri
• Beri posisi rileks
• Ajarkan tekhnik relaksasi
• Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
• Kolaborasi pemberian analgetik
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri saat mobilisasi Klien dapat bergerak bebas Klien dapat bergerak bebas • Kaji tingkat mobilisasi klien
• Beri latihan ROM
• anjurkan alat bantu jika dibutuhkan
ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang penyakitnya Klien tidak cemas Cemas berkurang • bantu klien mengungkapkan rasa cemasnya
• kaji pengetahuan klien tentang penyakitnya
• beri informasi pasien tentang penyakitnya
Gangguan body image berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh Masalah klien teratasi Klien dapat menungkapkan masalahnya • kaji konsep diri
• bantu klien mengungkapkan masalahnya
• bantu klien mengatasi masalahnya
TUBEKTOMI
PENDAHULUAN
Metode kontrasepsi merupakan usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi akibat kehamilan. setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga terkadang pemilihannya menjadi masalah bagi wanita. kontrasepsi tubektomi merupakan kontrasepsi jangka panjang (permanen)dan relatif tidak menimbulkan efek samping, tetapi yang menjadi masalah adalah operasi pengembalian fekunditas bagi pasangan yang ingin mengubah rencana untuk menambah anak lagi belum dapat dijamin dan biaya yang diperlukan sangat mahal. kontrasepsi tubektomi dianjurkan bagi mereka yang sudah mempunyai anak minimal 2 orang dan usia ibu di atas 35 tahun. hal ini disebabkan karena kehamilan usia di atas 35 tahun berisiko tinggi dan sangat rentan terhadap penyakit.
Dahulu tubektomi dilakukan dengan jalan laparotomi atau pembedahan vaginal. Sekarang, dengan alas-alas dan teknik baru, tindakan ini diselenggara¬kan secara lebih ringan dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
Dalam tahun-tahun terakhir ini tubektomi telah merupakan bagian yang penting dalam program keluarga berencana di banyak negara di duma. Di Indonesia sejak tahun 1974 telah berdiri perkumpulan yang sekarang bernama Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), yang membina perkem¬bangan metode dengan operasi (M.0) atau kontrasepsi mantap secara sukarela, tetapi secara resmi tubektomi tidak termasuk ke dalam program nasional keluarga berencana di Indonesia.
Keuntungan tubektomi ialah :
1) motivasi hanya dilakukan satu kali saja, sehingga tidak diperlukan motivasi yang berulang-ulang
2) efektivitas hampir 100%
3) tidak mempengaruhi libido seksualis
4) kegagalan dari pihak pasien (patient's failure) tidak ada.
Sehubungan dengan waktu melakukan metode dengan operasi, dapat dibedakan antara m.o. postpartum dan m.o. dalam interval. Tubektomi post¬partum dilakukan satu hari setelah partus.
Tindakan yang dilakukan sebagai tindakan pendahuluan untuk mencapai tuba Falloppii terdiri atas pembedahan transabdominal seperti laparotomi, mini laparotomi, laparoskopi dan pembedahan transvaginal, seperti kolpotomi posterior, kuldoskopi, serta pembedahan transservikal (trans-uterin), seperti penutupan lumen tuba histeroskopik.
Untuk menutup lumen dalam tuba, dapat dilakukan pemotongan tuba dengan berbagai macam tindakan operatif, seperti cara Pomeroy, cara Irving, cara Uchida, cara Kroener, cara Aldridge. Pada cara Madlener tuba tidak dipotong. Di samping cara-cara tersebut di atas, penutupan tuba dapat pula dilakukan dengan jalan kauterisasi tuba, penutupan tuba dengan clips, Falope ring, Yoon ring, dan lain-lain.
TUBEKTOMI
Konsep Dasar Tubektomi
1. Pengertian
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan secara permanen (Saifuddin, 2003).
Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan orang tidak akan mendapat keturunan lagi (Prawirohadjo, 2002).
2. Macam-Macam Teknik Tubektomi
a) Saat operasi
• Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan atau masa interval. Sesudah suatu keguguran tubektomi sudah dapat langsung dilakukan
• Dianjurkan agar tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat-lambatnya 48 jam setelah bersalin. Tubektomi pasca persalinan lewat 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba, infeksi, dan kegagalan. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke-7 – 10 pasca persalinan.
3. Cara Mencapai Tuba
1. Laparatomi
Cara ini mencapai tuba melalui laparatomi biasa, terutama pada pasca persalinan.
2. Laparatomi mini
Laparatomi mini khusus untuk tubektomi paling mudah dilakukan 1 – 2 hari pasca persalinan. Uterus yang masih besar, tuba masih panjang dan dinding perut yang masih longgar memudahkan mencapai tuba dengan sayatan kecil sepanjang 1 – 2 cm di bawah pusat.
Bila tubektomi dilakukan 3 – 5 hari post partum, maka dapat dilakukan insisi median karena uterus dan tuba lebih terinvolusi. Dilakukan insisi mediana setinggi 2 jari di bawah uteri sepanjang 1 – 2 cm.
3. Kolporomi posterior
Pasien diletakkan dalam sikap litotomi, dinding belakang vagina dijepit pada jarak 1 dan 3 cm dari servik dengan 2 buah cunam. Lipatan dinding vagina diantara kedua jepitan itu digunting sekaligus sampai menembus. Sedangkan anastesi yang dipakai lebih umum, atau spinal.
4. Laparaskopi
Pasien diletakkan dalam sikap litotomi, kanula rubin dipasang pada kanalis servikalis dan bibir depan serviks dijepit dengan tenakulum bersama-sama yaitu untuk mengemudikan uterus selagi operasi dilakukan. Kulit kiri kanan pusat dijepit dengan Allis dan dengan pisau runcing di tusuk di tengah dan diperbesar sampai 1,5 cm.
4. Cara Penutupan Tuba
Dengan cara:
• pomeroy,
• irving,
• pemasangan cincin falope klip filshie dan
• elektro-koagulasi disertai pemutusan tuba (Prawirohardjo, 2003).
Cara Pomeroy
Cara Irving
Cara pemasangan falope klip filshie
Cara Elektro-koagulasi disertai pemutusan tuba
5. Indikasi dan Kontraindikasi
• Indikasi
Indikasi sterilisasi (tubektomi) dapat dibagi lima macam, yaitu :
1) Indikasi medis
Adalah penyakit yang berat dan kronik seperti penyakit jantung (termasuk derajat 3 dan 4) ginjal, paru dan penyakit kronik lainnya. Penyakit jantung, gangguan pernafasan, diabetes mellitus tidak terkontrol, hipertensi, maligna, anemia gravis, tumor ginekologik, infeksi panggul 3 bulan terakhir, riwayat penyakit operasi yang sulit observasi (Santoso, 2006).
2) Indikasi obsetri
Adalah keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya meningkat. Meskipun secara medis tidak menunjukkan apa-apa seperti multiparitas (banyak anak) dengan usia relatif lanjut (grandemultigravida) yakni paritas umur 35 tahun atau lebih, seksio sesarea dua kali atau lebih.
3) Indikasi genetik
Adalah penyakit herediter yang membahayakan keselamatan dan kesehatan anak seperti : Huntington`s chorea, Tayschs disease dan lain-lain.
4) Indikasi kontrasepsi
Adalah indikasi yang murni ingin menghentikan (mengakhiri) kesuburan artinya pasangan tersebut tidak menginginkan kelahiran anak lagi.
5) Indikasi ekonomi
Adalah pasangan suami istri menginginkan sterilisasi karena merasa beban ekonomi keluarga menjadi terlalu berat dengan bertambahnya anak dalam keluarga (Sudarmo, 2001)
6. Kontraindikasi
1. Hamil (sudah dideteksi atau dicurigai)
2. Perdarahan pervaginam yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi)
3. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol).
4. Tidak boleh menjalani proses pembedahan
5. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilisasi di masa depan
6. Belum memberi persetujuan tertulis (Saifuddin, 2003).
7. Syarat-Syarat Kontrasepsi Mantap (Tubektomi)
• Harus sudah memiliki paritas > 2 anak terkecil berumur 2 tahun
• Umur ibu
Menganjurkan rumus 100 artinya umur ibu dikalikan dijumlah anak setidak-tidaknya mendekati angka 100/lebih, contoh : ibu yang berumur 30 tahun bila 12 berumur 25 dijumlah anak minimal adalah 4 (Santoso, 2006) dan menurut Prawirohardjo (2003), usia ibu > 26 tahun.
• Perkawinan stabil (Keluarga harmonis)
• Karena perceraian setelah kontap dapat membuat penyesalan yang sangat sulit diatasi.
• Konseling
Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan keluarga berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan.
Klien diberi kesempatan untuk menilai keuntungan, kerugian, akibat, prosedur dan alternatif lain dan tidak harus menentukan pilihannya ada saat itu juga (Sudarmo, 2001).
Sangat penting karena penyesalan setelah kontap kebanyakan terjadi karena konseling yang kurang adekuat. Konseling harus dilakukan pada saat calon klien (pasangan) berada pada kondisi psikologis yang prima (Sudarmo, 2001).
• Informed consent
Adalah pernyataan klien bahwa 12 menerima atau menyetujui sebuah tindakan medis (dalam hal ini Tubektomi) secara sukarela dan menyadari sepenuhnya semua risiko dan akibatnya (Sudarmo, 2001).
8. Keuntungan Tubektomi Secara Umum
• Sangat efektif (0,2 – 4 kehamilan / 100 wanita selama tahun pertama penggunaan).
• Permanen
• Tidak mempengaruhi proses menyusui (Breastfeeding)
• Tidak bergantung pada faktor senggama
• Baik bagi klien apabila kehamilan jadi risiko yang serius bagi kesehatan.
• Pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anastesi lokal
• Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
• Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium) (saifuddin, 2003).
2.2.1 Kerugian Tubektomi
• Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini (tidak dapat diputuskan kembali) kecuali dengan operasi rekanalisasi.
• Klien dapat menyesal dikemudian hari
• Risiko komplikasi kecil (meningkat bila digunakan anestesi umum)
• Rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
• Dilakukan oleh dokter yang terlatih
• Tidak melindungi diri dari Infeksi Menular Seksual (IMS)
9. Tahap Pelayanan Tubektomi
Tahap pelayanan tubektomi dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
• Tahap pra operasi
Pasien sebelum tindakan puasa selama 12 jam, dan rambut pubis dicukur. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan pra operasi untuk melihat terpengaruhinya syarat kesehatan bagi calon peserta kontap obat yang digunakan sesudah tindakan pembedahan ada baiknya diterangkan bahwa kadang-kadang sesudah tindakan pembedahan akan timbul keterlambatan haid namun tidak lebih dari 2 minggu atau timbul perdarahan dari vagina selama 2– 3 hari sesudah operasi.
• Tahap Operasi
1. Premediksi dan anestesi minilaparatomi
Evaluasi lagi keadaan pasien secara umum
¾ jam sebelum pembedahan berikan premedikasi 0,5 mg serta atropin dan 50– 100 mg pethidin intravena.
Ketika operasi akan dimulai berikan anestesi lokal (udocatu, novacatu, procatu) ½ - 1% minimal 20 ml pada lapangan pembedahan lapis demi lapis. Pembedahan untuk kutis dan sub kutis 2 ml, untuk fasia 10 ml dan untuk perineum 5 ml.
Biarkan 2 – 3 menit. Kemudian lakukan insisi sebelum memotong tuba dapat disuntikkan anastesi lokal diatas sebanyak 5 ml untuk kedua tuba.
Bila selama operasi pasien tetap gelisah sehingga dapat mengganggu jalannya operasi, dapat diberikan kafanum, dengan dosis 0,5 mg/kg Berat Badan.
2. Tindakan Aseptik dan Antiseptik
Untuk mencegah infeksi harus dilaksanakan tindakan aseptik dan antiseptik dalam semua hal yang ada hubungannya dengan pembedahan yaitu terhadap pasien terhadap petugas dan peralatan yang digunakan:
1) Pasien
Untuk tubektomi dilakukan pembersihan dinding perut dengan larutan yodium 2%. Kemudian dalam selang waktu sekitar 1 menit bersihkan dengan alkohol 70% atau betadine atau saflon (1 : 100) kemudian tutup dengan kain penutup steril.
2) Petugas
Semua petugas kamar operasi harus memakai baju operasi yang bersih, penutup kepala, penutup mulut, dan penutup hidung, sarung tangan, yang dipakai selama operasi dan tidak boleh bocor dan harus steril tentunya sebelum itu cuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 10 menit dengan bahan antiseptik selama 2 menit.
3) Alat
Pemakaian dan alat-alat kecuali laparaskopi disterilkan di autoclav, bila tidak mungkin direbus dalam air mendidih selama 30 menit.
3. Teknik minilaparatomi pasca persalinan
Pada hari pembedahan, bila pasien belum buang air besar di berikan laksan untuk merangsang defekasi, kemudian cukur rambut kemaluan seperlunya.
Pakaian diganti dengan gaun rumah sakit dan diberi penutup kepala, perhiasan dan gigi palsu dilepas dan pasien dibaringkan di meja operasi.
Periksa keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, lakukan lagi pemeriksaan untuk meyakinkan tidak ada kontraindikasi.
Lakukan premedikasi sebelum pembedahan yaitu dengan pemberian sulfat atropin 0,5 0,5 mg IV dan phetidin 1 – 2 mg/kg Berat Badan IV.
Lapangan pembedahan sekitar pusat didesinfektan dengan larutan yodium dalam alkohol 1 : 20. bethadine atau antiseptik lainnya, tutup lapangan pembedahan dengan kain steril berlubang lokal di sayatan secara infiltrasi lapis demi lapis dari kulit sampai peritoneum.
Dengan posisi operator di sebelah kiri pasien dan asisten sebelah kanannya, buatlah insisi kecil sepanjang 2 cm setinggi fundus uteri.
Sebelum dilakukan sayatan, lipatan kulit di bawah atas pusat di klem dengan 2 duk klem sehingga menjadi lurus. Dilipatan kulit ini disayat melintang sampai hampir peritoneum dan dengan sebuah gunting bengkok, dan lubang harus cukup besar untuk dimasukkan sebuah jari telunjuk dari sebuah tampon tang.
Jika fundus di bawah pusat maka lakukan sayatan median setinggi 2 jari di bawah fundus rahim sepanjang 2 cm. Setelah kulit, lemak di sayat sampai fasia disayat, kemudian musculus rectus abdominalis dikeluarkan dengan jari telunjuk atau dengan afteri klem, sehingga tampak peritoneum berlandaskan rahim.
10. Tahap pasca operasi miniparatomi, pelaksanaannya adalah :
1. Setelah tahap pembedahan, klien dirawat di ruang pulih selama kurang lebih 4 – 6 jam.
2. Bila dilakukan anastesi lokal, pemindahan klien dari meja operasi ke kereta dorong ke tempat tidur pulih dilakukan oleh 2 orang perawat dengan mendekatkan kereta dorong ke meja operasi atau ke tempat tidur, bila pasien memperoleh anestesi umum, maka pemindahan pasien dilakukan 3 – 4 orang perawat.
3. Selama di ruang pulih pasien diamati dan dimulai.
1) Tanda-Tanda Vital (TTV) ¼ jam pertama, tiap ½ jam kedua dan selanjutnya tiap jam hingga klien pulang.
2) Rasa nyeri yang timbul mungkin memerlukan tambahan analgesik
3) Perdarahan dari luka kemaluannya
4) Suhu tubuh
4. Dua jam setelah minilaparatomi dengan anestesi lokal pasien diinginkan pulang, minum dan makan lunak.
5. Jika kondisi pasien telah stabil dan tidak memperoleh anastesi umum maka pasien tubektomi minilaparatomi pada masa interval atau pasca keguguran dapat dipulangkan 4 – 6 jam pasca bedah.
6. Nasihat yang diberikan adalah :
1) Perawatan luka, diusahakan agar luka tetap kering sebelum sembuh, karena dapat timbul infeksi (maksimal 7 hari)
2) Jaga kebersihan diri terutama daerah sekitar luka operasi
3) Segera lapor bila terjadi perdarahan, demam 380C, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak nafas.
4) Memakai obat yang diberikan yaitu antibiotik profilaktik dan analgesik.
5) Boleh makan biasa esok harinya, tidak ada pantangan.
6) Setelah hari ke-3 ganti pembalut dengan kasa bersih dan bubuhi luka operasi dengan salep atau larutan antiseptik
7) Jangan mengorek luka dari jari atau logam (bila gatal ataupun ingin membersihkan kerak darah atau serum kering)
8) Jangan melepaskan atau mencabut benang jahitan.
9) Kontrol ulang.
Asuhan keperawatan pasien dengan operasi tubektomi
1. Laporan pendahuluan
1) Etiologi
Operasi tubektomi dilakukan disebabkan karena:
6) Alasan medis
Adalah penyakit yang berat dan kronik seperti penyakit jantung (termasuk derajat 3 dan 4) ginjal, paru dan penyakit kronik lainnya. Penyakit jantung, gangguan pernafasan, diabetes mellitus tidak terkontrol, hipertensi, maligna, anemia gravis, tumor ginekologik, infeksi panggul 3 bulan terakhir, riwayat penyakit operasi yang sulit observasi (Santoso, 2006).
7) obsetri
Adalah keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya meningkat. Meskipun secara medis tidak menunjukkan apa-apa seperti multiparitas (banyak anak) dengan usia relatif lanjut (grandemultigravida) yakni paritas umur 35 tahun atau lebih, seksio sesarea dua kali atau lebih.
8) genetik
Adalah penyakit herediter yang membahayakan keselamatan dan kesehatan anak seperti : Huntington`s chorea, Tayschs disease dan lain-lain.
9) kontrasepsi
Adalah indikasi yang murni ingin menghentikan (mengakhiri) kesuburan artinya pasangan tersebut tidak menginginkan kelahiran anak lagi.
10) Indikasi ekonomi
Adalah pasangan suami istri menginginkan sterilisasi karena merasa beban ekonomi keluarga menjadi terlalu berat dengan bertambahnya anak dalam keluarga (Sudarmo, 2001)
2) Manifestasi klinis
• Nyeri tekan lokal pada bagian post operasi
• Pucat
3) Penatalaksanaan
Pada pasien dengan post operasi tubektomi, pengobatan yang paling baik adalah operasi. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makananyang tidak merangsang persitaltik.
Tahap pelayanan tubektomi dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
• Tahap pra operasi
Pasien sebelum tindakan puasa selama 12 jam, dan rambut pubis dicukur. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan pra operasi untuk melihat terpengaruhinya syarat kesehatan bagi calon peserta kontap obat yang digunakan sesudah tindakan pembedahan ada baiknya diterangkan bahwa kadang-kadang sesudah tindakan pembedahan akan timbul keterlambatan haid namun tidak lebih dari 2 minggu atau timbul perdarahan dari vagina selama 2– 3 hari sesudah operasi.
• Tahap Operasi
4. Premediksi dan anestesi minilaparatomi
Evaluasi lagi keadaan pasien secara umum
¾ jam sebelum pembedahan berikan premedikasi 0,5 mg serta atropin dan 50– 100 mg pethidin intravena.
Ketika operasi akan dimulai berikan anestesi lokal (udocatu, novacatu, procatu) ½ - 1% minimal 20 ml pada lapangan pembedahan lapis demi lapis. Pembedahan untuk kutis dan sub kutis 2 ml, untuk fasia 10 ml dan untuk perineum 5 ml.
Biarkan 2 – 3 menit. Kemudian lakukan insisi sebelum memotong tuba dapat disuntikkan anastesi lokal diatas sebanyak 5 ml untuk kedua tuba.
Bila selama operasi pasien tetap gelisah sehingga dapat mengganggu jalannya operasi, dapat diberikan kafanum, dengan dosis 0,5 mg/kg Berat Badan.
5. Tindakan Aseptik dan Antiseptik
Untuk mencegah infeksi harus dilaksanakan tindakan aseptik dan antiseptik dalam semua hal yang ada hubungannya dengan pembedahan yaitu terhadap pasien terhadap petugas dan peralatan yang digunakan:
4) Pasien
Untuk tubektomi dilakukan pembersihan dinding perut dengan larutan yodium 2%. Kemudian dalam selang waktu sekitar 1 menit bersihkan dengan alkohol 70% atau betadine atau saflon (1 : 100) kemudian tutup dengan kain penutup steril.
5) Petugas
Semua petugas kamar operasi harus memakai baju operasi yang bersih, penutup kepala, penutup mulut, dan penutup hidung, sarung tangan, yang dipakai selama operasi dan tidak boleh bocor dan harus steril tentunya sebelum itu cuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 10 menit dengan bahan antiseptik selama 2 menit.
6) Alat
Pemakaian dan alat-alat kecuali laparaskopi disterilkan di autoclav, bila tidak mungkin direbus dalam air mendidih selama 30 menit.
6. Teknik minilaparatomi pasca persalinan
Pada hari pembedahan, bila pasien belum buang air besar di berikan laksan untuk merangsang defekasi, kemudian cukur rambut kemaluan seperlunya.
Pakaian diganti dengan gaun rumah sakit dan diberi penutup kepala, perhiasan dan gigi palsu dilepas dan pasien dibaringkan di meja operasi.
Periksa keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, lakukan lagi pemeriksaan untuk meyakinkan tidak ada kontraindikasi.
Lakukan premedikasi sebelum pembedahan yaitu dengan pemberian sulfat atropin 0,5 0,5 mg IV dan phetidin 1 – 2 mg/kg Berat Badan IV.
Lapangan pembedahan sekitar pusat didesinfektan dengan larutan yodium dalam alkohol 1 : 20. bethadine atau antiseptik lainnya, tutup lapangan pembedahan dengan kain steril berlubang lokal di sayatan secara infiltrasi lapis demi lapis dari kulit sampai peritoneum.
Dengan posisi operator di sebelah kiri pasien dan asisten sebelah kanannya, buatlah insisi kecil sepanjang 2 cm setinggi fundus uteri.
Sebelum dilakukan sayatan, lipatan kulit di bawah atas pusat di klem dengan 2 duk klem sehingga menjadi lurus. Dilipatan kulit ini disayat melintang sampai hampir peritoneum dan dengan sebuah gunting bengkok, dan lubang harus cukup besar untuk dimasukkan sebuah jari telunjuk dari sebuah tampon tang.
Jika fundus di bawah pusat maka lakukan sayatan median setinggi 2 jari di bawah fundus rahim sepanjang 2 cm. Setelah kulit, lemak di sayat sampai fasia disayat, kemudian musculus rectus abdominalis dikeluarkan dengan jari telunjuk atau dengan afteri klem, sehingga tampak peritoneum berlandaskan rahim.
11. Tahap pasca operasi miniparatomi, pelaksanaannya adalah :
7. Setelah tahap pembedahan, klien dirawat di ruang pulih selama kurang lebih 4 – 6 jam.
8. Bila dilakukan anastesi lokal, pemindahan klien dari meja operasi ke kereta dorong ke tempat tidur pulih dilakukan oleh 2 orang perawat dengan mendekatkan kereta dorong ke meja operasi atau ke tempat tidur, bila pasien memperoleh anestesi umum, maka pemindahan pasien dilakukan 3 – 4 orang perawat.
9. Selama di ruang pulih pasien diamati dan dimulai.
5) Tanda-Tanda Vital (TTV) ¼ jam pertama, tiap ½ jam kedua dan selanjutnya tiap jam hingga klien pulang.
6) Rasa nyeri yang timbul mungkin memerlukan tambahan analgesik
7) Perdarahan dari luka kemaluannya
8) Suhu tubuh
10. Dua jam setelah minilaparatomi dengan anestesi lokal pasien diinginkan pulang, minum dan makan lunak.
11. Jika kondisi pasien telah stabil dan tidak memperoleh anastesi umum maka pasien tubektomi minilaparatomi pada masa interval atau pasca keguguran dapat dipulangkan 4 – 6 jam pasca bedah.
12. Nasihat yang diberikan adalah :
10) Perawatan luka, diusahakan agar luka tetap kering sebelum sembuh, karena dapat timbul infeksi (maksimal 7 hari)
11) Jaga kebersihan diri terutama daerah sekitar luka operasi
12) Segera lapor bila terjadi perdarahan, demam 380C, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak nafas.
13) Memakai obat yang diberikan yaitu antibiotik profilaktik dan analgesik.
14) Boleh makan biasa esok harinya, tidak ada pantangan.
15) Setelah hari ke-3 ganti pembalut dengan kasa bersih dan bubuhi luka operasi dengan salep atau larutan antiseptik
16) Jangan mengorek luka dari jari atau logam (bila gatal ataupun ingin membersihkan kerak darah atau serum kering)
17) Jangan melepaskan atau mencabut benang jahitan.
18) Kontrol ulang.
2. Proses keperawatan
1) Pengkajian
A. Identitas Pasien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
B. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan saat ini :
keluhan nyeri pada luka post operasi tubektomi,peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
b. Riwayat Kesehatan masa lalu
2) Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
b. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
c. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
d. Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
e. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
b. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
4) Diagnosa keperawatan
• Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen bawah post operasi tubektomi
• Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.
• Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi
5) Intervensi keperawatan
• Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen kuadran kanan bawah post operasi appenditomi
Tujuan
Nyeri berkurang / hilang
Kriteria hasil
Tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat.
Intervensi
Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler.
Berikan aktivitas hiburan.
Kolborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.
Rasional
Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.
meningkatkan relaksasi.
Menghilangkan nyeri.
• Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.
Tujuan
Toleransi aktivitas
Kriteria hasil
Klien dapat bergerak tanpa pembatasan
Tidak berhati-hati dalam bergerak.
Intervensi
catat respon emosi terhadap mobilitas.
Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.
Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.
Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.
Rasional
Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.
Memperbaiki mekanika tubuh.
Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan.
• Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan
Intervensi
Ukur tanda-tanda vital
Observasi tanda-tanda infeksi
Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik
Observasi luka insisi
Rasional
Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi
Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah
Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka.
Metode kontrasepsi merupakan usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian yang tinggi akibat kehamilan. setiap metode mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga terkadang pemilihannya menjadi masalah bagi wanita. kontrasepsi tubektomi merupakan kontrasepsi jangka panjang (permanen)dan relatif tidak menimbulkan efek samping, tetapi yang menjadi masalah adalah operasi pengembalian fekunditas bagi pasangan yang ingin mengubah rencana untuk menambah anak lagi belum dapat dijamin dan biaya yang diperlukan sangat mahal. kontrasepsi tubektomi dianjurkan bagi mereka yang sudah mempunyai anak minimal 2 orang dan usia ibu di atas 35 tahun. hal ini disebabkan karena kehamilan usia di atas 35 tahun berisiko tinggi dan sangat rentan terhadap penyakit.
Dahulu tubektomi dilakukan dengan jalan laparotomi atau pembedahan vaginal. Sekarang, dengan alas-alas dan teknik baru, tindakan ini diselenggara¬kan secara lebih ringan dan tidak memerlukan perawatan di rumah sakit.
Dalam tahun-tahun terakhir ini tubektomi telah merupakan bagian yang penting dalam program keluarga berencana di banyak negara di duma. Di Indonesia sejak tahun 1974 telah berdiri perkumpulan yang sekarang bernama Perkumpulan Kontrasepsi Mantap Indonesia (PKMI), yang membina perkem¬bangan metode dengan operasi (M.0) atau kontrasepsi mantap secara sukarela, tetapi secara resmi tubektomi tidak termasuk ke dalam program nasional keluarga berencana di Indonesia.
Keuntungan tubektomi ialah :
1) motivasi hanya dilakukan satu kali saja, sehingga tidak diperlukan motivasi yang berulang-ulang
2) efektivitas hampir 100%
3) tidak mempengaruhi libido seksualis
4) kegagalan dari pihak pasien (patient's failure) tidak ada.
Sehubungan dengan waktu melakukan metode dengan operasi, dapat dibedakan antara m.o. postpartum dan m.o. dalam interval. Tubektomi post¬partum dilakukan satu hari setelah partus.
Tindakan yang dilakukan sebagai tindakan pendahuluan untuk mencapai tuba Falloppii terdiri atas pembedahan transabdominal seperti laparotomi, mini laparotomi, laparoskopi dan pembedahan transvaginal, seperti kolpotomi posterior, kuldoskopi, serta pembedahan transservikal (trans-uterin), seperti penutupan lumen tuba histeroskopik.
Untuk menutup lumen dalam tuba, dapat dilakukan pemotongan tuba dengan berbagai macam tindakan operatif, seperti cara Pomeroy, cara Irving, cara Uchida, cara Kroener, cara Aldridge. Pada cara Madlener tuba tidak dipotong. Di samping cara-cara tersebut di atas, penutupan tuba dapat pula dilakukan dengan jalan kauterisasi tuba, penutupan tuba dengan clips, Falope ring, Yoon ring, dan lain-lain.
TUBEKTOMI
Konsep Dasar Tubektomi
1. Pengertian
Tubektomi adalah prosedur bedah sukarela untuk menghentikan fertilitas (kesuburan) seorang perempuan secara permanen (Saifuddin, 2003).
Tubektomi adalah setiap tindakan pada kedua saluran telur wanita yang mengakibatkan orang tidak akan mendapat keturunan lagi (Prawirohadjo, 2002).
2. Macam-Macam Teknik Tubektomi
a) Saat operasi
• Tubektomi dapat dilakukan pasca keguguran, pasca persalinan atau masa interval. Sesudah suatu keguguran tubektomi sudah dapat langsung dilakukan
• Dianjurkan agar tubektomi pasca persalinan sebaiknya dilakukan dalam 24 jam, atau selambat-lambatnya 48 jam setelah bersalin. Tubektomi pasca persalinan lewat 48 jam akan dipersulit oleh edema tuba, infeksi, dan kegagalan. Edema tuba akan berkurang setelah hari ke-7 – 10 pasca persalinan.
3. Cara Mencapai Tuba
1. Laparatomi
Cara ini mencapai tuba melalui laparatomi biasa, terutama pada pasca persalinan.
2. Laparatomi mini
Laparatomi mini khusus untuk tubektomi paling mudah dilakukan 1 – 2 hari pasca persalinan. Uterus yang masih besar, tuba masih panjang dan dinding perut yang masih longgar memudahkan mencapai tuba dengan sayatan kecil sepanjang 1 – 2 cm di bawah pusat.
Bila tubektomi dilakukan 3 – 5 hari post partum, maka dapat dilakukan insisi median karena uterus dan tuba lebih terinvolusi. Dilakukan insisi mediana setinggi 2 jari di bawah uteri sepanjang 1 – 2 cm.
3. Kolporomi posterior
Pasien diletakkan dalam sikap litotomi, dinding belakang vagina dijepit pada jarak 1 dan 3 cm dari servik dengan 2 buah cunam. Lipatan dinding vagina diantara kedua jepitan itu digunting sekaligus sampai menembus. Sedangkan anastesi yang dipakai lebih umum, atau spinal.
4. Laparaskopi
Pasien diletakkan dalam sikap litotomi, kanula rubin dipasang pada kanalis servikalis dan bibir depan serviks dijepit dengan tenakulum bersama-sama yaitu untuk mengemudikan uterus selagi operasi dilakukan. Kulit kiri kanan pusat dijepit dengan Allis dan dengan pisau runcing di tusuk di tengah dan diperbesar sampai 1,5 cm.
4. Cara Penutupan Tuba
Dengan cara:
• pomeroy,
• irving,
• pemasangan cincin falope klip filshie dan
• elektro-koagulasi disertai pemutusan tuba (Prawirohardjo, 2003).
Cara Pomeroy
Cara Irving
Cara pemasangan falope klip filshie
Cara Elektro-koagulasi disertai pemutusan tuba
5. Indikasi dan Kontraindikasi
• Indikasi
Indikasi sterilisasi (tubektomi) dapat dibagi lima macam, yaitu :
1) Indikasi medis
Adalah penyakit yang berat dan kronik seperti penyakit jantung (termasuk derajat 3 dan 4) ginjal, paru dan penyakit kronik lainnya. Penyakit jantung, gangguan pernafasan, diabetes mellitus tidak terkontrol, hipertensi, maligna, anemia gravis, tumor ginekologik, infeksi panggul 3 bulan terakhir, riwayat penyakit operasi yang sulit observasi (Santoso, 2006).
2) Indikasi obsetri
Adalah keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya meningkat. Meskipun secara medis tidak menunjukkan apa-apa seperti multiparitas (banyak anak) dengan usia relatif lanjut (grandemultigravida) yakni paritas umur 35 tahun atau lebih, seksio sesarea dua kali atau lebih.
3) Indikasi genetik
Adalah penyakit herediter yang membahayakan keselamatan dan kesehatan anak seperti : Huntington`s chorea, Tayschs disease dan lain-lain.
4) Indikasi kontrasepsi
Adalah indikasi yang murni ingin menghentikan (mengakhiri) kesuburan artinya pasangan tersebut tidak menginginkan kelahiran anak lagi.
5) Indikasi ekonomi
Adalah pasangan suami istri menginginkan sterilisasi karena merasa beban ekonomi keluarga menjadi terlalu berat dengan bertambahnya anak dalam keluarga (Sudarmo, 2001)
6. Kontraindikasi
1. Hamil (sudah dideteksi atau dicurigai)
2. Perdarahan pervaginam yang belum terjelaskan (hingga harus dievaluasi)
3. Infeksi sistemik atau pelvik yang akut (hingga masalah itu disembuhkan atau dikontrol).
4. Tidak boleh menjalani proses pembedahan
5. Kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilisasi di masa depan
6. Belum memberi persetujuan tertulis (Saifuddin, 2003).
7. Syarat-Syarat Kontrasepsi Mantap (Tubektomi)
• Harus sudah memiliki paritas > 2 anak terkecil berumur 2 tahun
• Umur ibu
Menganjurkan rumus 100 artinya umur ibu dikalikan dijumlah anak setidak-tidaknya mendekati angka 100/lebih, contoh : ibu yang berumur 30 tahun bila 12 berumur 25 dijumlah anak minimal adalah 4 (Santoso, 2006) dan menurut Prawirohardjo (2003), usia ibu > 26 tahun.
• Perkawinan stabil (Keluarga harmonis)
• Karena perceraian setelah kontap dapat membuat penyesalan yang sangat sulit diatasi.
• Konseling
Konseling adalah proses yang berjalan dan menyatu dengan semua aspek pelayanan keluarga berencana dan bukan hanya informasi yang diberikan dan dibicarakan pada satu kesempatan yakni pada saat pemberian pelayanan.
Klien diberi kesempatan untuk menilai keuntungan, kerugian, akibat, prosedur dan alternatif lain dan tidak harus menentukan pilihannya ada saat itu juga (Sudarmo, 2001).
Sangat penting karena penyesalan setelah kontap kebanyakan terjadi karena konseling yang kurang adekuat. Konseling harus dilakukan pada saat calon klien (pasangan) berada pada kondisi psikologis yang prima (Sudarmo, 2001).
• Informed consent
Adalah pernyataan klien bahwa 12 menerima atau menyetujui sebuah tindakan medis (dalam hal ini Tubektomi) secara sukarela dan menyadari sepenuhnya semua risiko dan akibatnya (Sudarmo, 2001).
8. Keuntungan Tubektomi Secara Umum
• Sangat efektif (0,2 – 4 kehamilan / 100 wanita selama tahun pertama penggunaan).
• Permanen
• Tidak mempengaruhi proses menyusui (Breastfeeding)
• Tidak bergantung pada faktor senggama
• Baik bagi klien apabila kehamilan jadi risiko yang serius bagi kesehatan.
• Pembedahan sederhana dapat dilakukan dengan anastesi lokal
• Tidak ada efek samping dalam jangka panjang
• Tidak ada perubahan dalam fungsi seksual (tidak ada efek pada produksi hormon ovarium) (saifuddin, 2003).
2.2.1 Kerugian Tubektomi
• Harus dipertimbangkan sifat permanen metode kontrasepsi ini (tidak dapat diputuskan kembali) kecuali dengan operasi rekanalisasi.
• Klien dapat menyesal dikemudian hari
• Risiko komplikasi kecil (meningkat bila digunakan anestesi umum)
• Rasa sakit atau ketidaknyamanan dalam jangka pendek setelah tindakan
• Dilakukan oleh dokter yang terlatih
• Tidak melindungi diri dari Infeksi Menular Seksual (IMS)
9. Tahap Pelayanan Tubektomi
Tahap pelayanan tubektomi dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
• Tahap pra operasi
Pasien sebelum tindakan puasa selama 12 jam, dan rambut pubis dicukur. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan pra operasi untuk melihat terpengaruhinya syarat kesehatan bagi calon peserta kontap obat yang digunakan sesudah tindakan pembedahan ada baiknya diterangkan bahwa kadang-kadang sesudah tindakan pembedahan akan timbul keterlambatan haid namun tidak lebih dari 2 minggu atau timbul perdarahan dari vagina selama 2– 3 hari sesudah operasi.
• Tahap Operasi
1. Premediksi dan anestesi minilaparatomi
Evaluasi lagi keadaan pasien secara umum
¾ jam sebelum pembedahan berikan premedikasi 0,5 mg serta atropin dan 50– 100 mg pethidin intravena.
Ketika operasi akan dimulai berikan anestesi lokal (udocatu, novacatu, procatu) ½ - 1% minimal 20 ml pada lapangan pembedahan lapis demi lapis. Pembedahan untuk kutis dan sub kutis 2 ml, untuk fasia 10 ml dan untuk perineum 5 ml.
Biarkan 2 – 3 menit. Kemudian lakukan insisi sebelum memotong tuba dapat disuntikkan anastesi lokal diatas sebanyak 5 ml untuk kedua tuba.
Bila selama operasi pasien tetap gelisah sehingga dapat mengganggu jalannya operasi, dapat diberikan kafanum, dengan dosis 0,5 mg/kg Berat Badan.
2. Tindakan Aseptik dan Antiseptik
Untuk mencegah infeksi harus dilaksanakan tindakan aseptik dan antiseptik dalam semua hal yang ada hubungannya dengan pembedahan yaitu terhadap pasien terhadap petugas dan peralatan yang digunakan:
1) Pasien
Untuk tubektomi dilakukan pembersihan dinding perut dengan larutan yodium 2%. Kemudian dalam selang waktu sekitar 1 menit bersihkan dengan alkohol 70% atau betadine atau saflon (1 : 100) kemudian tutup dengan kain penutup steril.
2) Petugas
Semua petugas kamar operasi harus memakai baju operasi yang bersih, penutup kepala, penutup mulut, dan penutup hidung, sarung tangan, yang dipakai selama operasi dan tidak boleh bocor dan harus steril tentunya sebelum itu cuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 10 menit dengan bahan antiseptik selama 2 menit.
3) Alat
Pemakaian dan alat-alat kecuali laparaskopi disterilkan di autoclav, bila tidak mungkin direbus dalam air mendidih selama 30 menit.
3. Teknik minilaparatomi pasca persalinan
Pada hari pembedahan, bila pasien belum buang air besar di berikan laksan untuk merangsang defekasi, kemudian cukur rambut kemaluan seperlunya.
Pakaian diganti dengan gaun rumah sakit dan diberi penutup kepala, perhiasan dan gigi palsu dilepas dan pasien dibaringkan di meja operasi.
Periksa keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, lakukan lagi pemeriksaan untuk meyakinkan tidak ada kontraindikasi.
Lakukan premedikasi sebelum pembedahan yaitu dengan pemberian sulfat atropin 0,5 0,5 mg IV dan phetidin 1 – 2 mg/kg Berat Badan IV.
Lapangan pembedahan sekitar pusat didesinfektan dengan larutan yodium dalam alkohol 1 : 20. bethadine atau antiseptik lainnya, tutup lapangan pembedahan dengan kain steril berlubang lokal di sayatan secara infiltrasi lapis demi lapis dari kulit sampai peritoneum.
Dengan posisi operator di sebelah kiri pasien dan asisten sebelah kanannya, buatlah insisi kecil sepanjang 2 cm setinggi fundus uteri.
Sebelum dilakukan sayatan, lipatan kulit di bawah atas pusat di klem dengan 2 duk klem sehingga menjadi lurus. Dilipatan kulit ini disayat melintang sampai hampir peritoneum dan dengan sebuah gunting bengkok, dan lubang harus cukup besar untuk dimasukkan sebuah jari telunjuk dari sebuah tampon tang.
Jika fundus di bawah pusat maka lakukan sayatan median setinggi 2 jari di bawah fundus rahim sepanjang 2 cm. Setelah kulit, lemak di sayat sampai fasia disayat, kemudian musculus rectus abdominalis dikeluarkan dengan jari telunjuk atau dengan afteri klem, sehingga tampak peritoneum berlandaskan rahim.
10. Tahap pasca operasi miniparatomi, pelaksanaannya adalah :
1. Setelah tahap pembedahan, klien dirawat di ruang pulih selama kurang lebih 4 – 6 jam.
2. Bila dilakukan anastesi lokal, pemindahan klien dari meja operasi ke kereta dorong ke tempat tidur pulih dilakukan oleh 2 orang perawat dengan mendekatkan kereta dorong ke meja operasi atau ke tempat tidur, bila pasien memperoleh anestesi umum, maka pemindahan pasien dilakukan 3 – 4 orang perawat.
3. Selama di ruang pulih pasien diamati dan dimulai.
1) Tanda-Tanda Vital (TTV) ¼ jam pertama, tiap ½ jam kedua dan selanjutnya tiap jam hingga klien pulang.
2) Rasa nyeri yang timbul mungkin memerlukan tambahan analgesik
3) Perdarahan dari luka kemaluannya
4) Suhu tubuh
4. Dua jam setelah minilaparatomi dengan anestesi lokal pasien diinginkan pulang, minum dan makan lunak.
5. Jika kondisi pasien telah stabil dan tidak memperoleh anastesi umum maka pasien tubektomi minilaparatomi pada masa interval atau pasca keguguran dapat dipulangkan 4 – 6 jam pasca bedah.
6. Nasihat yang diberikan adalah :
1) Perawatan luka, diusahakan agar luka tetap kering sebelum sembuh, karena dapat timbul infeksi (maksimal 7 hari)
2) Jaga kebersihan diri terutama daerah sekitar luka operasi
3) Segera lapor bila terjadi perdarahan, demam 380C, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak nafas.
4) Memakai obat yang diberikan yaitu antibiotik profilaktik dan analgesik.
5) Boleh makan biasa esok harinya, tidak ada pantangan.
6) Setelah hari ke-3 ganti pembalut dengan kasa bersih dan bubuhi luka operasi dengan salep atau larutan antiseptik
7) Jangan mengorek luka dari jari atau logam (bila gatal ataupun ingin membersihkan kerak darah atau serum kering)
8) Jangan melepaskan atau mencabut benang jahitan.
9) Kontrol ulang.
Asuhan keperawatan pasien dengan operasi tubektomi
1. Laporan pendahuluan
1) Etiologi
Operasi tubektomi dilakukan disebabkan karena:
6) Alasan medis
Adalah penyakit yang berat dan kronik seperti penyakit jantung (termasuk derajat 3 dan 4) ginjal, paru dan penyakit kronik lainnya. Penyakit jantung, gangguan pernafasan, diabetes mellitus tidak terkontrol, hipertensi, maligna, anemia gravis, tumor ginekologik, infeksi panggul 3 bulan terakhir, riwayat penyakit operasi yang sulit observasi (Santoso, 2006).
7) obsetri
Adalah keadaan dimana risiko kehamilan berikutnya meningkat. Meskipun secara medis tidak menunjukkan apa-apa seperti multiparitas (banyak anak) dengan usia relatif lanjut (grandemultigravida) yakni paritas umur 35 tahun atau lebih, seksio sesarea dua kali atau lebih.
8) genetik
Adalah penyakit herediter yang membahayakan keselamatan dan kesehatan anak seperti : Huntington`s chorea, Tayschs disease dan lain-lain.
9) kontrasepsi
Adalah indikasi yang murni ingin menghentikan (mengakhiri) kesuburan artinya pasangan tersebut tidak menginginkan kelahiran anak lagi.
10) Indikasi ekonomi
Adalah pasangan suami istri menginginkan sterilisasi karena merasa beban ekonomi keluarga menjadi terlalu berat dengan bertambahnya anak dalam keluarga (Sudarmo, 2001)
2) Manifestasi klinis
• Nyeri tekan lokal pada bagian post operasi
• Pucat
3) Penatalaksanaan
Pada pasien dengan post operasi tubektomi, pengobatan yang paling baik adalah operasi. Dalam waktu 48 jam harus dilakukan. Penderita di obsevarsi, istirahat dalam posisi fowler, diberikan antibiotik dan diberikan makananyang tidak merangsang persitaltik.
Tahap pelayanan tubektomi dapat dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
• Tahap pra operasi
Pasien sebelum tindakan puasa selama 12 jam, dan rambut pubis dicukur. Pada tahap ini dilakukan pemeriksaan pra operasi untuk melihat terpengaruhinya syarat kesehatan bagi calon peserta kontap obat yang digunakan sesudah tindakan pembedahan ada baiknya diterangkan bahwa kadang-kadang sesudah tindakan pembedahan akan timbul keterlambatan haid namun tidak lebih dari 2 minggu atau timbul perdarahan dari vagina selama 2– 3 hari sesudah operasi.
• Tahap Operasi
4. Premediksi dan anestesi minilaparatomi
Evaluasi lagi keadaan pasien secara umum
¾ jam sebelum pembedahan berikan premedikasi 0,5 mg serta atropin dan 50– 100 mg pethidin intravena.
Ketika operasi akan dimulai berikan anestesi lokal (udocatu, novacatu, procatu) ½ - 1% minimal 20 ml pada lapangan pembedahan lapis demi lapis. Pembedahan untuk kutis dan sub kutis 2 ml, untuk fasia 10 ml dan untuk perineum 5 ml.
Biarkan 2 – 3 menit. Kemudian lakukan insisi sebelum memotong tuba dapat disuntikkan anastesi lokal diatas sebanyak 5 ml untuk kedua tuba.
Bila selama operasi pasien tetap gelisah sehingga dapat mengganggu jalannya operasi, dapat diberikan kafanum, dengan dosis 0,5 mg/kg Berat Badan.
5. Tindakan Aseptik dan Antiseptik
Untuk mencegah infeksi harus dilaksanakan tindakan aseptik dan antiseptik dalam semua hal yang ada hubungannya dengan pembedahan yaitu terhadap pasien terhadap petugas dan peralatan yang digunakan:
4) Pasien
Untuk tubektomi dilakukan pembersihan dinding perut dengan larutan yodium 2%. Kemudian dalam selang waktu sekitar 1 menit bersihkan dengan alkohol 70% atau betadine atau saflon (1 : 100) kemudian tutup dengan kain penutup steril.
5) Petugas
Semua petugas kamar operasi harus memakai baju operasi yang bersih, penutup kepala, penutup mulut, dan penutup hidung, sarung tangan, yang dipakai selama operasi dan tidak boleh bocor dan harus steril tentunya sebelum itu cuci tangan dengan sabun dan air mengalir selama 10 menit dengan bahan antiseptik selama 2 menit.
6) Alat
Pemakaian dan alat-alat kecuali laparaskopi disterilkan di autoclav, bila tidak mungkin direbus dalam air mendidih selama 30 menit.
6. Teknik minilaparatomi pasca persalinan
Pada hari pembedahan, bila pasien belum buang air besar di berikan laksan untuk merangsang defekasi, kemudian cukur rambut kemaluan seperlunya.
Pakaian diganti dengan gaun rumah sakit dan diberi penutup kepala, perhiasan dan gigi palsu dilepas dan pasien dibaringkan di meja operasi.
Periksa keadaan umum pasien, tanda-tanda vital, lakukan lagi pemeriksaan untuk meyakinkan tidak ada kontraindikasi.
Lakukan premedikasi sebelum pembedahan yaitu dengan pemberian sulfat atropin 0,5 0,5 mg IV dan phetidin 1 – 2 mg/kg Berat Badan IV.
Lapangan pembedahan sekitar pusat didesinfektan dengan larutan yodium dalam alkohol 1 : 20. bethadine atau antiseptik lainnya, tutup lapangan pembedahan dengan kain steril berlubang lokal di sayatan secara infiltrasi lapis demi lapis dari kulit sampai peritoneum.
Dengan posisi operator di sebelah kiri pasien dan asisten sebelah kanannya, buatlah insisi kecil sepanjang 2 cm setinggi fundus uteri.
Sebelum dilakukan sayatan, lipatan kulit di bawah atas pusat di klem dengan 2 duk klem sehingga menjadi lurus. Dilipatan kulit ini disayat melintang sampai hampir peritoneum dan dengan sebuah gunting bengkok, dan lubang harus cukup besar untuk dimasukkan sebuah jari telunjuk dari sebuah tampon tang.
Jika fundus di bawah pusat maka lakukan sayatan median setinggi 2 jari di bawah fundus rahim sepanjang 2 cm. Setelah kulit, lemak di sayat sampai fasia disayat, kemudian musculus rectus abdominalis dikeluarkan dengan jari telunjuk atau dengan afteri klem, sehingga tampak peritoneum berlandaskan rahim.
11. Tahap pasca operasi miniparatomi, pelaksanaannya adalah :
7. Setelah tahap pembedahan, klien dirawat di ruang pulih selama kurang lebih 4 – 6 jam.
8. Bila dilakukan anastesi lokal, pemindahan klien dari meja operasi ke kereta dorong ke tempat tidur pulih dilakukan oleh 2 orang perawat dengan mendekatkan kereta dorong ke meja operasi atau ke tempat tidur, bila pasien memperoleh anestesi umum, maka pemindahan pasien dilakukan 3 – 4 orang perawat.
9. Selama di ruang pulih pasien diamati dan dimulai.
5) Tanda-Tanda Vital (TTV) ¼ jam pertama, tiap ½ jam kedua dan selanjutnya tiap jam hingga klien pulang.
6) Rasa nyeri yang timbul mungkin memerlukan tambahan analgesik
7) Perdarahan dari luka kemaluannya
8) Suhu tubuh
10. Dua jam setelah minilaparatomi dengan anestesi lokal pasien diinginkan pulang, minum dan makan lunak.
11. Jika kondisi pasien telah stabil dan tidak memperoleh anastesi umum maka pasien tubektomi minilaparatomi pada masa interval atau pasca keguguran dapat dipulangkan 4 – 6 jam pasca bedah.
12. Nasihat yang diberikan adalah :
10) Perawatan luka, diusahakan agar luka tetap kering sebelum sembuh, karena dapat timbul infeksi (maksimal 7 hari)
11) Jaga kebersihan diri terutama daerah sekitar luka operasi
12) Segera lapor bila terjadi perdarahan, demam 380C, nyeri yang hebat, pusing, muntah atau sesak nafas.
13) Memakai obat yang diberikan yaitu antibiotik profilaktik dan analgesik.
14) Boleh makan biasa esok harinya, tidak ada pantangan.
15) Setelah hari ke-3 ganti pembalut dengan kasa bersih dan bubuhi luka operasi dengan salep atau larutan antiseptik
16) Jangan mengorek luka dari jari atau logam (bila gatal ataupun ingin membersihkan kerak darah atau serum kering)
17) Jangan melepaskan atau mencabut benang jahitan.
18) Kontrol ulang.
2. Proses keperawatan
1) Pengkajian
A. Identitas Pasien
Identitas klien Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
B. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan saat ini :
keluhan nyeri pada luka post operasi tubektomi,peningkatan suhu tubuh, peningkatan leukosit.
b. Riwayat Kesehatan masa lalu
2) Pemeriksaan Fisik
a. Sistem kardiovaskuler : Untuk mengetahui tanda-tanda vital, ada tidaknya distensi vena jugularis, pucat, edema, dan kelainan bunyi jantung.
b. Sistem hematologi : Untuk mengetahui ada tidaknya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi dan pendarahan, mimisan splenomegali.
c. Sistem urogenital : Ada tidaknya ketegangan kandung kemih dan keluhan sakit pinggang.
d. Sistem muskuloskeletal : Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan dalam pergerakkan, sakit pada tulang, sendi dan terdapat fraktur atau tidak.
e. Sistem kekebalan tubuh : Untuk mengetahui ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening
3) Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah rutin : untuk mengetahui adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda adanya infeksi.
b. Pemeriksaan foto abdomen : untuk mengetahui adanya komplikasi pasca pembedahan.
4) Diagnosa keperawatan
• Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen bawah post operasi tubektomi
• Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.
• Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi
5) Intervensi keperawatan
• Nyeri berhubungan dengan luka insisi pada abdomen kuadran kanan bawah post operasi appenditomi
Tujuan
Nyeri berkurang / hilang
Kriteria hasil
Tampak rilek dan dapat tidur dengan tepat.
Intervensi
Kaji skala nyeri lokasi, karakteristik dan laporkan perubahan nyeri dengan tepat.
Pertahankan istirahat dengan posisi semi powler.
Berikan aktivitas hiburan.
Kolborasi tim dokter dalam pemberian analgetika.
Rasional
Berguna dalam pengawasan dan keefesien obat, kemajuan penyembuhan,perubahan dan karakteristik nyeri.
meningkatkan relaksasi.
Menghilangkan nyeri.
• Intoleransi aktivitas berhubungan dengan pembatasan gerak skunder terhadap nyeri.
Tujuan
Toleransi aktivitas
Kriteria hasil
Klien dapat bergerak tanpa pembatasan
Tidak berhati-hati dalam bergerak.
Intervensi
catat respon emosi terhadap mobilitas.
Berikan aktivitas sesuai dengan keadaan klien.
Berikan klien untuk latihan gerakan gerak pasif dan aktif.
Bantu klien dalam melakukan aktivitas yang memberatkan.
Rasional
Immobilisasi yang dipaksakan akan memperbesar kegelisahan.
Memperbaiki mekanika tubuh.
Menghindari hal yang dapat memperparah keadaan.
• Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasive tubektomi
Tujuan
Infeksi tidak terjadi
Kriteria hasil
Tidak terdapat tanda-tanda infeksi dan peradangan
Intervensi
Ukur tanda-tanda vital
Observasi tanda-tanda infeksi
Lakukan perawatan luka dengan menggunakan teknik septik dan aseptik
Observasi luka insisi
Rasional
Untuk mendeteksi secara dini gejala awal terjadinya infeksi
Deteksi dini terhadap infeksi akan mudah
Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan penyebaran bakteri.
Memberikan deteksi dini terhadap infeksi dan perkembangan luka.
Langganan:
Postingan (Atom)